ALUMNI MTI PASIA

SAKOLA LAMO KITO

product

LOGO ALUMNI MTI PASIA

product

PIMPINAN DAN PENDIRI

product

KENAPA BUKAN ROHANA KUDUS: TELAAH KRITIS PERGERAKAN KAUM PEREMPUAN

Oleh: Devi Adriyanti, S.Hi

I. Pendahuluan

If You Teach A Man its Means You Teach A Person…… But If You Teach A Woman, Its Means You Teach One A Family …….Even One Generation.
Kata-kata ini sangat memicu adrenaline guru terlebih mengajar untuk kaum perempuan. Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini, sebagai hari emansipasi kaum perempuan, hal ini disebabkan karena menurut sejarah beliaulah (RA. Kartini) perempuan yang membawa kaum perempuan ke dunia yang mampu mengangkat harkat da martabat kaum perempuan yang lebih populer disebut dengan Emansipasi wanita. Sebenarnya bukan Kartini saja yang melakukan pejuangan dalam pergerakan kaum perempuan, di Sumatera Barat misalnya, Perjuangan kaum perempuan dalam lintas sejarah, tidak pernah berhenti. Perempuan minang juga berupaya selalu melakukan pergerakan-pergerakan yang sangat signifikan dalam melakukan perubahan terhadap pemberdayaan diri dan kaumnya. Di Minangkabau pun, sebagai daerah yang memiliki konsep lokal perempuan sebagai Bundo Kanduang juga mempunyai sejarah pergerakan pemberdayaan perempuan yang tak kalah lebih hebat dari R. A. Kartini. Setidaknya, hal ini dibuktikan oleh pergerakan Rohana Kudus dalam lintas pergerakan perempuan masa lalu di Minangkabau. Sebelum kita lebih jauh mengkaji persoalan pergerakan perempuan mari kita lihat dulu siapa sebenarnya Rohana Kudus itu. Rohana Kudus dilahirkan di Koto Gadang, ( Kab. Agam ) Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1884 dan beliau meninggal di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1972 dalam usia 88 Tahun, beliau dilahirkan dari rahim seorang ibu yang bernama Kiam dan ayahnya bernama Rasjad Maharaja Soetan. Rohana Kudus Merupakan kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Republik Indonesia yang pertama dan juga Mak Tuo (Bibi) dari penyair terkenal Khairil Anwar. Rohana hidup di zaman yang tidak jauh berbeda dengan zaman atau boleh dikatakan sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Menurut Sejarah Bapak Rohana Kudus adalah seorang yang bekerja pada salah satu lembaga pemerintahan Belanda pada waktu itu. Beliau adalah perempuan yang punya keperibadian yang sangat mengagumkan dan seorang perempuan yang cerdas, walaupun beliau tidak pernah bersekolah di bangku sekolah formal tapi beliau memiliki komitmen yang sangat kuat dalam kehidupan terutama dalam masalah pendidikan dan Agama khususnya pendidikan untuk kaum perempuan.
Beliau berpendapat bahwa adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam mendapatkan pendidikan yang layak adalah tindakan semena-mena yang harus dilawan. Dengan modal kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta semangat perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk suatu perubahan nasib terhadap kaum perempuan. Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai Pemerintah Belanda yang selalu membawakan Rohana bahan bacaan dari kantor. Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya. Dalam Umur yang masih sangat muda Rohana sudah bisa menulis dan membaca, dan berbahasa Belanda, bahkan sudah mampu tampil menjadi guru cilik bagi kawan-kawan sepermainannya, selain itu ia juga belajar Abjad Arab, Latin dan Arab Melayu. Pada Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Rohana bertetanga dengan Pejabat Belanda atasan ayahnya. Isteri pejabat Belanda itu bisamenyulam, merenda, dll, nah dari Istri pejabat Belanda itulah Rohana memulai karier dengan belajar menyulam, menjahit, merenda dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda. Disini ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, gaya hidup dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Rohana.

II. Pendidikan dan Wirausaha

Setelah Rohana kudus merasa ada bekal pengetahuan yang beliau miliki, Rohana muda kembali ke kampung Halamannya dan menikah dengan seorang Pemuda yang bernama Abdul Kudus yang pada waktu itu berprofesi sebagai seorang Notaris. Dengan bekal semangat juang dan ilmu pengetahuan yang beliau miliki itu maka beliau dirikanlah sekolah Keterampilan khusus bagi kaum perempuan pada tanggal 11 Februari 1911 yang beliau beri nama dengan “ Sekolah Kerajinan Amai Setia ”. Menurut sumber yang penulis baca dari berbagai referensi dan berbagai media informasi, sekolah ini sudah punya mata pelajaran seperti : keterampilan menulis, keterampilan membaca, keterampilan membaca, keterampilan menyulam, bahkan sampai pada keterampilan memanage masalah keuangan, serta yang tak kalah pentingnya adalah mata pelajaran berbudi pekerti luhur, pendidikan agama dan bahasa Belanda. Dalam perjuangan Isteri Abdul Kudus tentu saja tidak melewati jalan yang mulus, banyak sekali rintangan dan halangan-halangan yang selalu menggerogoti dalam usahanya untuk mewujudkan impiannya itu menjadi kenyataan yakni cita-cita mulianya, dia rela jatuh bangun demi memperjuangkan nasib perempuan sekali lagi nasib perempuan, dengan berbagai benturan sosial yang dihadapi seperti harus menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya dari berbagai lini, hal ini tidak beliau pedulikan demi terwujudnya keinginan untuk memajukan kaum perempuan, yang hebatnya lagi justru gejolak social yang dihadapinya justru lebih membuatnya tegar dan semakin yakin dengan jalan yang akan ditempuhnya dan semakin yakin dengan apa yang akan dikerjakannya.Disamping beliau pintar dalam mengajar beliau punya kemampuan dalam dunia tulis menulis seperti menulis puisi dan artikel serta beliau juga fasih berbahasa Belanda. Yang tak kalahnya tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi, punya wawasan yang luas. Dengan berbagai aktifitas dan Kiprah Rohana yang sangat cemerlang dengan sosoknya yang sangat low profile hal ini menjadi topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya dituliskan di berbagai surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang beliau beri nama dengan “Sunting Melayu” pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Sumatera Barat yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah Rohana Kudus sang perempuan. Kisah sukses Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama hanya sampai tanggal 22 Oktober 1916, hal ini disebabkan karena seorang muridnya yang telah didiknya hingga pintar berkeingin menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester dengan tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya, seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali persidangan tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan disekolah Amai Setia kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat pindah ke Bukittinggi.
Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama “Rohana School”. Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali. Rohana School sangat terkenal dengan jumlah muridnya yang banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga dari daerah lain. Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu membuat eksistensinya yang sangat bagus.
Akhirnya karena beliau tidak puas dengan ilmu yang dimikinya, di Bukittinggi Rohana memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer ( Mesin yang paling canggih pada saat itu ). Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri. Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai oleh orang Cina.
Dengan kepandaian dan kepopuleran yang dimikinya itu maka Rohana dengan amat mudah mendapat tawaran mengajar disekolah Dharma Putra. Disekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tapi ada juga laki-laki. Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru disini adalah lulusan sekolah guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Namun Rohana tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.
Rohana menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan belajar dan mengajar. Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk kaum perempuan yang menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah segala. Namun dengan bijak Rohana menjelaskan “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, yang tak kalah pentingnya adalah bahwa perempuan itu harus berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. Emansipasi yang ditawarkan dan dilakukan Rohana tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan laki-laki namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri secara kodratnya. Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana mestinya juga butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk itulah diperlukannya pendidikan untuk perempuan.

Demikianlah Rohana Kuddus mengahabiskan 88 tahun umurnya ( Rohana meninggal pada 17 Agustus 1972) dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik. Kalau dicermati begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana, namun sayang sekali Rohana kalah populer dibandingkan Kartini yang hanya berkorespondensi. Walaupun berbagai penghargaan telah diberikan untuknya, seperti Wartawati Pertama Indonesia (1974), Perintis pers Indonesia (1987) dan Bintang Jasa Utama (2008), namun semua itu belum membuat telinga kita terbiasa dengan nama Rohana. Perjuangan Rohana yang begitu kuat untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan sangat jelas dengan proses mencerdaskan kaum perempuan dengan mendirikan sekolah hal ini bakat ini sudah mulai terlihat sejak beliau umur 8 tahun sudah bias tulis dan baca dimana orang dan lingkungan sekitarnya masih belum mengenal huruf sehingga ia dengan umur yang sangat belia sudah mampu tampil sebagai guru cilik bagi kawan-kawan sepermainannya.
Pikiran-pikiran Rohana Kudus memang sedikit sekali dipublikasikan tapi apa yang dilakukannya lebih dari yang dilakukan R.A. Kartini.

III. Analisis para Pakar Sejarah

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini? Untuk kita renugkan dan fikirkan bersama dari tulisan yang penulis kutip dari media Internet bahwa sebuah artikel yang telah ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar yang mengkritik tentang “ Pengkultusan R. A Kartini sebagai salah satu Pahlawan Nasional perempuan Indonesia dan dinobatkan sebagai Tokoh Penggerak Emansipasi Wanita Indonesia, yang sebenarnya banyak lagi perempuan-perempuan lain yang lebih punya kiprah serta punya gerakan yang jelas dibanding dengan R. A Kartini. Menurut Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Hanya disebabkan karena Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara. Yang kemudian “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Pendek kata Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Social Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia. Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, kesimpulan guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi kaum perempuan di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meski pun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.” Saya mengimbau agar informasi tentang perempuan-perempuan Indonesia yang pintar-pintar dan hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan serta suri tauladan untuk banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal perempuan-perempuan ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa masih banyak perempuan-perempuan lain yang lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”Seperti sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti DewiSartika (1884-1947) di Bandung bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sekolah Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Perempuan Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau kita jauh melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum perempuan di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah perempuan hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-perempuan. Di Aceh, kisah kaum perempuan ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut perempuan pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan perempuan lain yang agamanya lebih kuat dibanding dengan R.A. Kartini, mereka juga tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini. Kemudian Bagaimana dengan Kartini, ternyata orang yang selama ini dipuja-puja sebagai perintis emansipasi wanita di tanah air, ternyata kalah start dari Rohana. Jauh sebelum Kartini menuntut ilmu di sekolah perempuan Rembang, Rohana Kudus dan teman-temannya telah merintis ‘komunitas’ perempuan Koto Gadang untuk melek huruf! Tapi Kartini, malah rela dipingit, lalu menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.
Nah Siapakah yang pantas untuk memakai jubah kebasaran itu????

Tapi jubah itu sudah terpasang pada RA Kartini…biarlah…n what Ever…

Wallahu a’lam Bisshawab

Mengenal Sosok as-Sarkhasi dan Ushul as-Sarkhasi-nya

Image
Ushul as-Sarkhasi

Dalam kajian ushul al-fiqh nama Abu Bakr Muhammad bin Abi Sahl as-Sarkhasi adalah nama yang tidak asing lagi. Ia termasuk salah satu ulama cerdas yang berdiri di garda terdepan madzhab Hanafi. Kedigdayaan intelektual dan kezuhudan yang luar biasa telah menempatkan dirinya sebagai al-Imam al-Ajall az-Zahid Syam al-A`immah (Sang Imam Agung yang Zuhud dan Matahari Para Imam).

Tahun kelahiran as-Sarkhasi tidak diketahui secara pasti, bahkan tahun wafatnya pun diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan ia meninggal dunia di penghujung tahun 490 H. Riwayat lain mengatakan ia wafat pada tahun 483 H, bahkan ada yang mengatakan ia berpulang ke rahmatullah di penghujung tahun 500 H. Di antara warisan intelektual as-Sarkhasi yang dapat kita nikmati ialah kitab Syarh as-Siyar al-Kabir, al-Mabsuth, dan Ushul as-Sarkhasi.

Tokoh yang satu ini merupakan pakar fiqh sekaligus ushul fiqh Madzhab Hanafi. Melalui kitabnya yang dikenal dengan nama Ushul as-Sarkhasi ia menuangkan pikiran-pikirannya mengenai ushul al-fiqh untuk membela keputusan-keputusan hukum dari kalangan madzhab-nya. Dengan demikian, corak ushl fiqh-nya mengikuti thariqah al-hanafiyyah bukan thariqah al-mutakallimin.

Dalam pengantarnya, as-Sarkhasi mengemukakan alasan yang mendorongnya untuk menulis kitab tersebut. Bermula setelah menulis anotasi (syarh) terhadap beberapa kitab Muhammad bin al-Hasan, kemudian ia berfikir untuk menjelaskan al-ushul yang melandasi anotasinya agar dapat mempermudah dalam memahami al-furu’. [Jilid, I, h. 10].

Membincang ushul al-fiqh berarti membincang metodelogi dan proses terbentuknya sebuah ketetapan hukum fiqh. Seorang dianggap sebagai ahli fiqh sejati jika dirinya memiliki setidaknya tiga hal. Pertama, ia memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang disyariatkan. Kedua, memiliki keahlian khusus dalam mengetahui hal-hal yang disyariatkan melalui nash berserta maknanya dan dapat memferifikasi al-ushul dengan pelbagai al-furu’-nya. Atau dengan kata lain dalam mengetahui hal-hal yang disyari'atkan tadi ia menggunakan metode analisis hukum. Ketiga, mengamalkan semua semua.

Karenanya, orang yang hanya hafal hal-hal yang disyari'atkan saja tapi tidak menguasai atau menggunakan metode analisis hukum, maka ia bukanlah ahli fiqh sejati, tetapi lebih tepat disebut sebagai rawi. Sedang seandainya, ia hafal hal-hal yang disyari'atkan tersebut dan menguasai atau menggunakan metode analisis hukum, tetapi tidak mengamalkanya, maka ia hanya disebut sebagai ahli fiqh yang parsial (min wajh duna wajh). [jilid, I, h. 10].

Pandangan di atas acapkali -menurut Khaled Abou El Fadl- menimbulkan ketegangan antara kelompok ahli fiqh dengan kalangan ahli hadits yang proses analisis hukumnya sebagian besar bersifat mekanis, yaitu hanya mencari-cari hadits yang cocok untuk dipasang pada persoalan yang dihadapi dalam situasi faktual. [Khaled M. Abou El Fadl, Speaking of God’s diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin, Atas Nama Tuhan, Serambi, h. 91-92].

Gaya penyusunan kitab as-Sarkhasi memang agak sedikit menyulitkan pembacanya. Sebab, dibutuhkan kemapuan prima dan ketelitian extra agar dapat menyambungkan hubungan antara bab yang satu dengan bab lainnya. Dan rasanya takterbantahkan bahwa argumen-argumen dan pemikiran ushul al-fiqh-nya yang nota benenya adalah sebagai penjelasan teoritis dari anotasinya atas kitab-kitab Muhammad bin Hasan layak untuk diperhitungkan.

Bab pertama yang dikupas as-Sarkhasi dalam kitabnya adalah mengenai amr (perintah) dan nahy (larangan). Pilihan untuk meletakkan kedua hal tersebut pada pembahasan pertama bukan tanpa alasan. Menurutnya, pembahasan mengenai perintah dan larangan merupakan hal yang mendasar karena sebagian besar ibtila` (ujian bagi manusia) itu berurusan dengan soal perintah dan larangan. Di samping itu, pengetahuan tentang keduanya akan dapat menyempurnakan pengetahun tentang ahkam dan perbedaan halal-haram. [Jilid, I, h. 11].

Adapun mengenai sumber-sumber hukum, yaitu al-Qur`an, as-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas hanya disebutkan sekilas saja. Itu pun dalam rangka menjelaskan aborgasi (an-Nasikh wa al-Mansukh). [untuk lebih jelasnya lihat jilid, II, h. 65-86]. Lantas bagaimana kita bisa mengetahaui aborgasi? As-Sarkhasi mengatakan aborgasi dapat diketahui dengan sejarah. Dan pengetahuan tentang aborgasi juga dapat berguna menafikan adanya pertentantangan (ta’arudh) antar nash. Pandangan ini membawa kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya yang wajib adalah memahami sejarah (al-wajib fi al-ashl thalab at-tarikh).

Di samping itu dalam pandangan as-Sarkhasi asbab an-nuzul juga memeliki peran signifikan dalam menyelesaikan ta’arudh. Ia mengatakan bahwa apabila terjadi dua ayat yang saling bertentangan maka jalan keluarnya adalah kembali kepada asbab an-nuzul keduanya agar sejarah keduanya dapat diketahui. Jadi, pada dasarnya ta’arudh itu terjadi karena ketidaktahuan kita tentang sejarah. [Jilid, II, h. 12 dan 13].

Konsekuensi dari pendekatan yang dilakukan as-Sarkhasi adalah bahwa kesimpulan hukum diambil dari kekhusuan sebab (al-‘ibrah bi khusush as-sabab). Hal ini juga menegaskan adanya hubungan antara realitas dan wahyu. Atau dengan kata lain, wahyu tidak turun diruang hampa. Tetapi, kembali kepada asbab an-nuzul bukan tanpa persoalan serius. Pandangan ini tetap menyisakan setidaknya dua persoalan yang harus segera diatasi. Pertama, tidak semua ayat al-Qur`an memiliki asbab an-nuzul. Kedua, riwayat yang beredar mengenai asbab an-nuzul masih dipertanyakan validitasnya. Lantas bagaiamana dengan jawaban as-Sarkhasi tentang kedua hal tersebut?

Karena keterbatasan ruang dan waktu saya tidak akan membahas bagaimana jawaban as-Sarkhasi mengenai kedua persoalan di atas. Tetapi hemat saya kitab Ushul as-Sarkhasi harus dibaca jika kita ingin melihat kepiawian argumentasi asr-Sarkhasi, terutama dalam membela dasar-dasar fiqh madzhab hanafi.

Salam Pemadu Kata

Tentang Kitab
Penulis
:
Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Abu Sahl as-Sarkhasi
Judul : Ushul as-Sarkhasi
Penerbit
: Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah
Pentahqiq
: Abu al-Wafa al-Afghani
Cet
: Ke, II, tahun 1426 H / 2005 M
Tebal
: Dua jilid besar, 804 halaman.

Refleksi 72 Tahun Eksistensi Pemuda

MENJADI pemuda merupakan fase kehidupan yang mesti dilalui. Dengan segala potensi yang dimiliki seringkali terdengar ungkapan klise bahwasanya pemuda adalah tulang punggung bagi kemajuan sebuah bangsa. Pernyataan tersebut telah dibuktikan di setiap belahan bumi manapun, dimana pemuda merupakan sosok yang mampu memberikan arah dan warna tersendiri dalam kehidupan.

Di sisi lain, tak selamanya pemuda mampu membawa perubahan signifikan. Pemuda justru menjadi beban masyarakat dengan segala kebodohannya memahami hakikat kehidupan. Kenyataan empiris yang terus menghiasi, pemuda ternyata menjadi corong kebatilan, pemikul panji kemungkaran dan penegak kemaksiatan.

Arus pemikiran negatif tak henti-henti menggerogoti para pemuda sehingga harus tegak berdiri dalam topangan hedonisme dan kenikmatan semu. Melihat fenomena tersebut tentu saja harapan perbaikan bangsa tak mungkin terwujud. Perbaikan tak mungkin dipikulkan kepada pemuda yang tidak memiliki landasan kokoh dalam hidupnya. Dengan kondisi bangsa yang membutuhkan ketinggian daya juang mustahil menyerahkannya kepada pemuda lemah dan tidak berjiwa kuat.

Cita-cita untuk membangunkan pemuda dari keterlenaan tetaplah harus ditanamkan. Sebuah pembinaan positif diperlukan agar para pemuda menyadari peran dan tanggung jawabnya. Pemuda perlu diarahkan agar berpijak pada landasan asasi yang tiada lain adalah al-din al-Islam. Ini merupakan syarat utama, karena Islam merupakan sistem abadi yang akan mengantarkan pemuda menuju kemajuan dan pencerahan.

Tak dimungkiri jika Islam adalah agama yang tiada cacat menyelimuti. Islam adalah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam merupakan cahaya Allah SWT yang tiada tersesat manusia yang mengambil petunjuknya. Untuk itulah pemuda berkewajiban mengambil Islam dan berpegang teguh pada ajarannya.

Tiada penyimpangan kecuali kehancuran pasti menyertainya. Adakah yang lebih baik selain Islam sebagai pedoman hidup dan petunjuk jalan? “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.”(Qs. Al-Kahf : 13).

Pemuda tetap diharapkan untuk menegakkan sendi-sendi kehidupan yang telah rapuh diterpa badai kehancuran. Kecerdasan pemuda dinantikan untuk membangun peradaban yang telah jatuh tersungkur dalam jurang kemerosotan nilai dan akhlak. Sikap kritis dan kepekaan sosial pemuda dibutuhkan untuk mendirikan bangunan kebaikan di setiap lapangan kehidupan.

Dalam memperbaiki kondisi kritis bangsa, pengorbanan pemuda merupakan sebuah keniscayaan. Umat telah cukup lama menantikan kiprah pemuda untuk mempersembahkan kontribusinya bagi perbaikan bangsa. “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”(Qs. Ali ‘Imran (3) : 110). Wahai pemuda, masa terus berlalu dan umat telah menunggu. Adakah yang bersedia menyambut seruan ini?

Sumber: Kabar Indonesia

Wallahu a’lam bish-shawab.(UJ)

Video : Undangan Silaturrahmi

Undangan

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tiada untaian kata terindah selain puja dan puji syukur ke hadirat Illahi Rabiy yang telah mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita. Amiin.
...
Mohon kehadiran Kakanda, Adinda serta Teman-teman Alumni MTI Pasir IV Angkek Kabupaten Agam di manapun kini berada untuk sejenak melepas penat sembari memutar kembali senandung memori masa silam, dalam acara Silaturrahmi Akbar Alumni MTI Pasir IV Angkek Kabupaten Agam pada:

Hari : Jum’at - Sabtu
Tanggal : 17 – 18 September 2010
Tempat : Gedung Pon-Pes MTI Pasir IV Angkek Kab. Agam – Sumbar

Atas kehadiran dan perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Billahittaufiq Wal Hidayah,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Panitia Silaturrahmi Akbar
Alumni MTI Pasir IV Angkek - Agam

Panitia Pelaksana Silaturrahmi Akbar

YAYASAN PONDOK PESANTREN
TARBIYAH ISLAMIYAH
PASIR IV ANGKAT KABUPATEN AGAM
Jl. Lapangan Pitalo Pasia Telp. 0752 7834325 Kode Pos: 26191

SURAT KEPUTUSAN
No : 038/PP-MTI/SAA-MTI.P /VII/2010


T E N T A N G
SUSUNAN PANITIA SILATURRAHMI AKBAR ALUMNI
MTI PASIR AMPEK ANGKEK KABUPATEN AGAM

Pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Pasir IV Angkat :

Menimbang :
Bahwa Alumni adalah bagian tidak terpisahkan dari keluarga besar Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Pasir, maka dipandang perlu diadakan acara silaturrahmi atau pertemuan Alumni sebagai Sarana Koordinasi dan konsolidasi demi optimalisasi peran dan kontribusinya terhadap semua aspek pesantren Tambiyah Islamiyah

Mengingat :
1. Hasil pertemuan pimpinan dan Alumni pada tanggal 10 Mei 2010
2. Hasil pertemuan Alumni MTI Pasir pada tanggal 24 Juni 2010
3. Hasil pertemuan Alumni tentang pembentukan panitia 24 Juli 2010

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

Pertama : Memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Bapak/Ibuk/Sdr/i yang tercantum namanya pada lampiran Surat Keputusan ini untuk melaksanakan tugas sebagai Panitia Silaturrahmi Akbar Alumni MTI Pasir

Kedua : Keputusan ini akan ditinjau kembali apabila terdapat kekeliruan di dalamnya

Ketiga : Keputusan ini berlaku mulai tanggal Surat Keputusan ini dikeluarkan.


Dikeluarkan di : Pasia IV Angkat
Pada Tanggal : 25 Juli 2010
PP. Tarbiyah Islamiyah Pasir
Pimpinan

dto

H. AWISKARNI HUSIN


Lampiran : Surat Keputusan No: 038/SAA-PP-MTI.P/VII/2010 tentang Susunan Panitia Silaturrahmi Akbar Alumni MTI Pasir Ampek Angkek Kabupaten Agam


Penasehat :

1. Buya H. Awiskarni Husein

2. Ustad H. Afisal Husein

3. Ustad Tasrizal, BA

4. H. Yurdi

5. Sudirman Tanjung


Sterring Commite :

1.

Drs. Izharman, M.Ag

8.

Zumfiardi, S.Pd.I

2.

Drs. H. Yetrizal Khatib

9.

Ahmad Rifauzi, M.Ag

3.

Erman, M.Ag

10.

H. Ridwan suhaili, S. Ag., M.Ed

4.

H. Dulyamani Awis Karni, Lc

11.

Asril, S. Hum, M.A

5.

Testru Hendra, M.Ag

12.

Zelfeni Wimra, SH.I

6.

Nofrianto, M.Ag

13.

Drs. Salman Tengku Mudo

7.

Asrial, S. IQ, MA




Ketua Umum.......... : RIKI YARMAN, S.Pd.I

Wakil Ketua I........: MUHAMMAD MUSLIM SE.I

Wakil Ketua II.......: DAFRI MAIZIR, S.Pd.I

Wakil Ketu III ........ : H. TAUFIQ HIDAYAT, Lc

Sekretaris Umum.. : USMAN, SH.I

Bendahara Umum .: MIKE JUNIANTI, S.Th.I

................................NOVITARIA, SPd.I


Seksi Acara

Koordinator : Hendra Wedi., S.Th.I

Anggota : Betti Eka Sari,. S.IQ

Yanti Kartika, S.Pd.I

Mhd. Irsyad, SH.I

Syawaldi, SH.I

Syafrianto, SH.I

Ilham Putra, S.Pd.I

Yulzawati M.Rizki

Anita Endria

OSIS MTI. PASIR



Seksi sosialisasi dan komunikasi Koordinator : Syafrical, S.Sos.I

Anggota.........: Muhammad Yusuf

Riken Yulia Putra

Riko Trisno

Fadli Wati

Rachmat Hidayat, S. Pd.I

Syahrul Rahman

Zulhendra

Syafrizal

Aris Kurniawan


Seksi Konsumsi

Koordinator : Lispa Nelly, S.Pd.I

Anggota: Rina Yuliana, S.Pd.I

Wulan Puspita Sari, A.Md

Ibdul Aziz

Rahmat Efendi

Rita Susanti

Meri Susanti, S.Pd.I

Murni Zawah

Masni Wati, Spd.I

Fauzan Azim

OSIS MTI Pasir


Koordinator Wilayah

Yogyakarta dan sekitarnya :

Dodi Ariska, S. Sos

Aria Juliatman, S. HI


Jakarta dan sekitarnya :

Ali Wardana, MA

Novi Andra

Syukrina


Pekanbaru dan sekitarnya :

Mawardi Zakaria

Jemy Mulyadi, S. Pd. I


Bengkulu dan sekitarnya :

Zul Efendi


N/B: Insya Allah, dalam waktu dekat SK akan kami kirimkan kepada yang bersangkutan

Seksi Data dan Dukumentasi

Koordinator :

Anggota : Asridon, S Sos.I

Wetti fitria, S.Pd.I

Rahmad Hidayat

Gusnita Dewi, S.Pd.I

Nofriyaldi, S.Th.I

Zul Afandi, SH.I

Muhammad Gendri

Sisva Yenti

Zul Efendi

Miftahul Khairi


Seksi perlengkapan

Koordinator : Gurhanawan

Anggota : Muslim Hamzah, S.Pd.I

..................Eka Mulyani, S.Pd

..................Roza Listiani

..................Rahmad Nurdin, S.Pd.I

..................Saimin Yundar Mulia

..................Nelfi Rahmah

..................Anton Afriko

..................Rahma Wati



Seksi pendanaan

Koordinator : Jemy Mulyadi, S.Pd.I

Anggota : M. Arif, S.HI

Novrialdi

Alfi Syukri

H. Syahrial

OSIS MTI Pasir